Detik demi detik berlalu, jam sudah menunjukkan pukul 7.01, briefing peserta lomba acapella pun akhirnya dilaksanakan. Memang, sudah 31 menit terlewat dari waktu lomba seharusnya dilaksanakan. Namun, keterlambatan tersebut tidak menyurutkan semangat peserta lomba acapella untuk mengunjukkan kebolehannya. Setiap kelompok harus menyanyikan 1 lagu wajib, Manuk Dadali, dan 1 lagu bebas yang berkaitan dengan tema Temu Kolese 2018 ini. Tepat pukul 7.23, MC pun mulai memandu dan membuka jalannya acara.
Acara dimulai dengan perkenalan tiga juri, yakni Mas Biyik (Jamaica Cafe), Ibu Ruth
Intan, dan Bapak Bens Leo. Setelah ketiga juri menempati posisi strategis di depan panggung kreasi, SMA Mikael mulai berlaga di atas panggung menjadi penampil pertama. Aksi SMA Mikael itu kemudian diikuti oleh Kolese Loyola, Kolese Le Cocq d’Armandville, Kolese Gonzaga, SMP Kolese Kanisius, Kolese PIKA, serta SMA Kolese Kanisius. Dari 9 peserta Temu Kolese 2018, memang hanya 7 yang terlibat dalam perlombaan ini.
Kompetisi diawali dengan cukup menarik dengan penampil homogen laki-laki. Untuk
penampil pertama, dewan juri mengomentari bahwa menjadi pembuka pertunjukan
memang tidak mudah, dalam kata lain “bermental baja”, harus menetapkan standar untuk penampil lain. Kolese Loyola melanjutkan dengan penampilan yang kian harmonis, namun juri memberikan masukan untuk lebih menikmati dan tidak boleh memakai kertas contekan. Le Cocq dipuji atas kostumnya, namun dewan juri menyayangkan bahwa mereka tidak mencoba membuat aransemen untuk lagu wajib Manuk Dadali. Acara kian bergulir hingga ditutup oleh penampilan SMA Kolese Kanisius yang memukau.
Pengumuman pemenang tidak dilakukan pada penghujung acara, sebab pemenang
akan dihubungi sendiri oleh panitia dan kemudian diumumkan pada malam kesenian. Siapa pun yang menjadi juara, semoga pelaksanaan lomba ini tetap bermanfaat dalam
membangun jejaring antarkolese dan meningkatkan semangat heterogenitas.